Rabu, 13 Februari 2013

Cedera Lutut Pada Latihan Bela Diri

Seringkali pada seni bela diri terjadi cedera pada lutut dan ini terjadi sebagai hasil dari model latihan yang  mengabaikan struktur lutut. Lutut secara kompleks lebih  berfungsi secara sebagai engsel, yang dengan fleksi dan ekstensi menjadi  gerakan utama, meskipun dalam jumlah yang lebih rendah dari medial-lateral rotasi yang diijinkan. Kerusakan lutut sebenarnya  merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari latihan  bela diri dan tidak perlu terjadi jika pada latihan bela diri peduli atau  memperhatikan pada struktur lutut.
Jika pada proses latihan  anda  memaksakan keinginan berlatih melawan rasa sakit, daripada memperhatikan struktur lutut, kerusakan yang dapat melemahkan dapat terjadi dari waktu ke waktu.  Kekuatan tendangan secara penuh ke udara tipis atau pengarahan yang kurang dari kaki pendukung pada  tendangan putaran dapat menyebabkan hiperekstensi pada lutut kaki yang menendang atau rotasi yang berlebihan dari kaki pendukung masing-masing, yang mengorbankan integritas bersama. Secara sederhana, praktek-praktek ini cenderung mengacaukan posisi lutut Anda ke atas. Latihan yang difungsikan dalam batas-batas parameter fungsi lutut yang normal lebih memungkinkan sendi untuk lebih bertahan dan berkembang.

Cidera pada lutut (sumber : From seniorjournal.com)

Mencegah kerusakan lutut lebih lanjut
Gerakan tertentu pada saat latihan, dan teknik tertentu dapat menimbulkan masalah lutut. Terkadang terdapat keluhan  terjadi masalah pada lutut jika membuat posisi kaki kuda-kuda dan melakukan satu gerakan serangan bentuk tendangan. Hal ini sebenarnya tidak menimbulkan masalah jika dilakukan  pada posisi kaki (kuda-kuda) yang benar (posisi betul-betul kuat dan seimbang). Dengan menggeser posisi kaki pada kuda-kuda yang seimbang dan benar serta melakukan tendangan pada sasaran yang tepat maka tidak akan berpengaruh lebih besar pada lutut, sekalipun terdapat masalah pada lutut tersebut. Hal ini di dasarkan karena dengan posisi kuda-kuda yang benar akan memberikan tekanan yang tidak berlebihan pada engsel lutut, sehingga walaupun melakukan suatu tendangan yang keras dan cepat tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap rotasi engsel lutut.
Tidak seorangpun menginginkan terjadi cedera pada saat latihan atau semakin memperburuk keadaan lutut yang bermasalah dengan pola latihan yang tidak benar. Untuk itu perlu adanya pengertian dan pemahaman secara mendalam baik dari pribadi atlet maupun dari pelatih dalam memahami masalah cedera ini.  Pesan moral dari tulisan ini adalah, kita harus memperhatikan kondisi anggota tubuh kita sendiri daripada melakukan latihan dengan memperhatikan apa yang kita dengar.

Tips – Cara merawat seragam Karate

Seragam (Gi) merupakan salah satu perlengkapan mutlak yang harus dimiliki oleh Karate-ka. Seragam ini disamping melindungi Karate-ka dari risiko cedera juga dapat menambah performa (penampilan). Bayangkan jika anda berlatih atau bertanding dengan menggunakan seragam (Gi) yang kotor dan bau. Secara estetika hal ini tidak baik bagi keadaan disekelilingnya. Disamping itu dari sisi kesehatan, sebuah seragam yang kotor dan bau  juga akan dapat menimbulkan penyakit, karena menjadi sarang timbulnya bakteri dan parasit, sehingga dapat menimbulkan penyakit kulit.
Sebuah seragam latihan (Gi) akan dapat bertahan selama beberapa tahun jika diperlakukan dengan benar dan hati-hati. Bagi kebanyakan orang yang mempunyai uang yang lebih mungkin hal ini bukan menjadi satu masalah karena dapat membeli seragam yang baru. Tetapi bagi sebagian orang lainnya yang tidak mempunyai uang lebih akan menjadi masalah tersendiri. Konon, beberapa ahli beladiri senantiasa menjaga dan merawat seragam latihannya dengan baik, karena ada pemikiran bahwa dalam seragam (Gi) tersebut telah menempel Aura pemiliknya. Sehingga dengan merawat dan menjaga seragam tersebut sama dengan menjaga aura-nya.

Saran ini akan membantu Anda dalam menjaga dan merawat peralatan seragam Anda.
  1. Gantungkan seragam (Gi) anda setiap setelah digunakan latihan.
  2. JANGAN PERNAH meninggalkan seragam (Gi)  dalam keadaan basah/berkeringat dalam tas latihan Anda.
  3. Balik bagian dalam seragam (Gi)  selama mencuci.
  4. Cuci seragam (Gi) anda dengan menggunakan air hangat atau panas.
  5. JANGAN  PERNAH gunakan pemutih atau deterjen dengan pemutih, hal ini akan mempengaruhi kekuatan tenunan (rajutan) kain seragam.
  6. Cuci seragam (Gi) SEBELUM mulai bau.
  7. Beberapa ahli juga merekomendasikan untuk menganji dan menyetrika seragam (Gi) setelah masing-masing dicuci.
  8. Untuk seragam (Gi) yang masih baru akan menyusut ketika keadaan basah. Dalam kondisi ini akan terjadi penyusutan 10 – 20% pada bagian sepanjang lengan. Tingkat penyusutan bervariasi antara merek (keunikan tenunan, kepadatan kapas, desain Gi).
  9. Penyusutan maksimum akan terjadi jika Anda menggunakan mesin cuci dan pengering. Biasanya anda akan memperbaiki ukuran seragan (Gi) setidaknya dua kali sebelum mencapai ukuran akhir.
  10. Setelah terjadi penyusutan ukuran seragam (Gi) mungkin diperlukan juga menjahit ujung celana dan atau lengan pada setiap bagian.
  11. Jangan pernah mencuci sabuk (Obi)


Seragam (Gi) yang seharusnya dijaga dan dirawat dengan baik dan benar


Semoga tips ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menjaga dan merawat seragam (Gi) yang selalu kita pakai selama latihan.

Strategi untuk mengurangi gugup (Nerves) di pertandingan


Setiap orang sering kali merasa sedikit gugup sebelum pertandingan besar atau acara olahraga. Namun, bagi mereka yang mengalami gejala gugup berat yang berhubungan dengan gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder atau SAD), kualitas kinerja motorik mereka akan sering terganggu. Hubungan antara kecemasan dan kinerja motorik begitu kuat sehingga semua bidang psikologi  olahraga dikhususkan untuk membantu mental para atlet sebelum bertanding. Untungnya, kita dapat menggunakan beberapa strategi untuk membantu mengatasi kegelisahan di pertandingan dan mengelola kecemasan sebelum menjadi tidak terkendali.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi perasaan gugup sebelum bertanding adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan Tujuan
Tujuan yang jelas membantu untuk mengukur keberhasilan – tetapi tujuan yang terlalu tinggi dapat membuat Anda kewalahan dan tidak yakin pada kemampuan Anda. Pilih tujuan yang dapat dicapai tetapi menantang, dan bila mungkin, memecah tugas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan serangkaian tujuan jangka pendek.
2. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi sangat membantu untuk mengurangi gejala fisik dari kecemasan seperti peningkatan denyut jantung, otot tegang dan pernapasan cepat dan dangkal. Teknik ini dapat digunakan setiap saat menjelang pertandingan atau kompetisi.
3. Mengembangkan Kepercayaan Diri
Hal ini dapat sulit untuk membayangkan menjadi percaya diri dalam kompetisi jika Anda biasanya runtuh di bawah tekanan. Namun, Anda dapat mengambil langkah nyata untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri. Fokus pada kesuksesan masa lalu bukan kegagalan.
4. Fokus pada hal yang dapat anda kontrol
Jika Anda menemukan diri Anda khawatir tentang siapa yang di kerumunan mengamati anda, atau bahwa pesaing lainnya lebih baik dari Anda – mengingatkan diri Anda bahwa ini adalah aspek kompetisi yang di luar kendali Anda. Apa yang dapat mengendalikan adalah penampilan Anda sendiri, seberapa baik anda siap menghadapi kompetisi atau pertandingan.
5. Berdo’a
Berdo’a adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan dalam rangka mengurangi rasa gugup di pertandingan atau kompetisi. Serahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa mengenai hasil pertandingan, yang harus diyakini bahwa Tuhan selalu memberikan hasil yang terbaik bagi kita. Kalah atau menang dalam suatu pertandingan adalah hal yang biasa.

Menerima dan Mengambil Pelajaran Dari Kekalahan di Pertandingan

“Jika Anda tidak menjadi yang pertama, kau pasti yang terakhir. Anda tahu, Anda tahu apa yang saya bicarakan? ”~ Ricky Bobby
“Tunjukkan pecundang yang baik dan saya akan menunjukkan pecundang.” ~ Vincent Lombardi
“Selalu mengubah situasi negatif menjadi situasi positif.” ~ Michael Jordan
Kemenangan dalam sebuah kompetisi
Ungkapan-ungkapan di atas adalah ungkapan yang telah disampaikan oleh beberapa atlet olahraga dalam mensikapi nilai keberhasilan dan kekalahan dalam suatu pertandingan.
Dalam kehidupan manusia, dalam berbagai kegiatan atau aktivitas hidupnya mempunyai satu nilai untuk sebuah harga keberhasilan dari usaha yang dilaksanakannya. Persaingan dalam kehidupan ini adalah nilai-nilai yang normal dan manusiawi. Semua orang akan berlomba-lomba untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita atau keinginan dalam hidupnya. Sebagian orang merasa puas dengan semua keberhasilannya dan sebagian lainnya merasa bahwa kekalahan adalah akhir dari segalanya.
Dalam sebuah kompetisi atau pertandingan, baik pertandingan yang terukur maupun yang tidak terukur, pada akhir kompetisi itu akan mengetahui hasil akhirnya yaitu ada yang menjadi pemenang dan ada yang tersisih. Tidak sedikit ungkapan kalimat yang bijaksana menjadi seperti pendorong atau motivasi bagi orang-orang yang merasa telah gagal melaksanakan sesuatu. Kadangkala akan terasa sangat sulit menerima masukan, teguran ataupun nasehat ketika kita telah “dikalahkan” dalam sebuah kompetisi. Hal ini akan memberikan kesan buruk pada mental kehidupan seorang atlet.
Upaya yang dapat dilakukan oleh seorang pelatih yang mengetahui karakteristik murid-muridnya kadangkala melebihi batas yang cukup mengkhawatirkan dari sisi psikologi anak didiknya. Upaya untuk melindungi atlet adalah sangat wajar dan natural, tetapi yang harus diingat bahwa dalam kompetisi atau pertandingan “Sebenarnya ada pemenang dan yang tersisih/kalah”. Sebagai seorang instruktur atau pelatih seharusnya mengajarkan dan membina atletnya mengenai CARA untuk bersaing dan menang atau BAGAIMANA menerima suatu kekalahan secara SEHAT dan POSITIF
Terdapat suatu keyakinan bahwa jika kita mau mengakui suatu persaingan (kompetisi) secara harfiah akan menghasilkan atau melahirkan suatu “Keunggulan”. Apakah terdapat sisi buruk dari suatu pertandingan (kompetisi)???Apa yang dapat mungkin terjadi dalam suatu kompetisi bahwa kita akan kehilangan sebuah pelajaran besar??seorang bijak pernah berkata, “ketika anda mengalami kekalahan, jangan sampai anda kehilangan sebuah pelajaran”.
Seorang yang mengalami kekalahan (pecundang) sebenarnya tidak seperti ungkapan yang disampaikan oleh Lombardi di atas. Mengapa??Lombardi mengatakan bahwa tunjukkan padaku seorang “pecundang (kekalahan) yang baik”, hal ini digunakan untuk menerima sebuah kekalahan dan saya akan tunjukkan siapa sebenarnya yang “pecundang” (kekalahan).  Hal ini sama sekali benar-benar berbeda dengan apa yang dimaksud dengan pecundang “yang baik”. Secara nyata, Michael Jordan adalah sebuah contoh yang baik, yang mengatakan “bangun kembali dari bawah (kekalahan)”


Michael Jordan adalah salah satu “Pemenang” terbesar di planet ini, dia telah mendapatkan enam kali gelar juara. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua jalan raya atau jalanan selalu diaspal dengan mulus, terkadang kita temui jalan sedikit bergelombang, lubang kecil maupun lubang yang cukup besar.
Ungkapan Michael Jordan adalah ungkapan yang menunjukkan sifat optimisme seorang yang memiliki mental positif yang TIDAK ingin kehilangan atau tidak tahan menerima kehilangan dan MAMPU mengambil suatu pelajaran (Belajar dari pengalaman yang telah diterima) dari setiap kekalahan pada suatu kompetisi atau pertandingan untuk menjadi pemenang di kemudian hari. Memang inilah salah satu cara untuk menjadi “Pemenang” yang melalui berbagai “kehilangan” pada suatu kompetisi. Bahkan boleh dibilang tidak ada yang namanya pemenang – yang adalah adalah hanya seorang yang menerima kekalahan dengan kebesaran hati yang akan menjadi pemenang.
Persaingan atau kompetisi adalah jauh lebih baik bagi yang kalah daripada  seorang yang menjadi pemenang. Kekalahan dan kehilangan adalah bersifat sementara, hal ini sama saja dengan yang menjadi pemenang pada kompetisi tersebut. Kita akan menemukan suatu pelajaran yang amat penting dan berharga bahwa kita harus dapat menghargai suatu nilai dari sifat “FANA” dalam konteks waktu. Tidak ada keabadian dalam kehidupan seorang manusia, demikian pula halnya dalam sebuah kompetisi. Sebagaimana yang disampaikan Winston Churcill “Hidup anda (waktu) adalah dinamis dan bukan statis”. Berapa kali dan berapa banyak para atlet olimpiade menerima kegagalan dan bangkit kembali dari kekalahan pada olimpiade sebelumnya. Seseorang PECUNDANG (yang benar-benar kalah tanpa motivasi) akan mempunyai pemikiran bahwa akan sulit untuk memastikan menjadi seorang juara pada kompetisi berikutnya
Bagaimana dengan kekalahan anda pada kompetisi atau pertandingan yang terakhir???apakah mempengaruhi kehidupan latihan anda???ataukah kekalahan itu telah mengalahkan dan menembak anda untuk tidak bangkit lagi???
Tidak pernah ditemui seseorang dengan bakat alami dapat menjadi yang terbaik. Hal ini mengenai sesuatu pembuktian mengenai terjadinya suatu perubahan internal pada diri seorang atlet yang belajar menerima kekalahan, penderitaan, penghinaan dan menantang dirinya sendiri untuk merubahnya demi sebuah keberhasilan tertinggi di masa mendatang. Hidup ini adalah sebuah proses perjalanan, kemenangan adalah proses, tetapi kehilangan adalah sebuah prasyarat….!!!
Pelajaran dari Winston Churchill : “Sukses bukan akhir perjalanan, kegagalan bukan hasil fatal, hal tersebut adalah keberanian untuk melanjutkan hal yang dianggap penting”

Mengenal lebih dekat dengan “Bushido”


Bushido (武士道 secara harfiah berarti “tatacara ksatria”) adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Makna bushido itu sendiri adalah sikap rela mati negara/kerajaan dan kaisar. Biasanya para samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu,jika ia gagal,ia akan melakukan seppuku (harakiri).Bushido sudah dilakukan pada saat perang dunia II, yaitu menjadi prajurit berani mati.
Bushido berasal dari dua dasar kata, dimana “Bushi” yang berarti kesatria dan “Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi” dapat di bagi lagi menjadi kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan, dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah menghindari terjadinya kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi” yang dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti “setiap orang yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun dengan penggunaan senjata. Sehingga secara keseluruhan arti kata “Bushido” dapat berarti suatu jalan atau metode untuk menjaga perdamaian yang dilakukan secara diplomasi maupun menggunakan senjata.
Sesungguhnya “Bushido” merupakan suatu kombinasi dari berbagai aturan/ajaran dari berbagai lembaga kesatuan. Bushido sesungguhnya secara mendasar merupakan suatu mekanisme dari prinsip-prinsip system moral. Mereka yang mendapatkan pelajaran mengenai prinsip pedoman aturan itu diharapkan dalam melaksanakannya. Bushido mengikuti sebuah kerangka dasar yang terdiri dari “chi” (kebijaksanaan), “jin” (kebajikan) dan “yu” (keberanian). Terdapat beberapa sumber untuk pedoman dari Bushido. Sumber pertama adalah agama budha. Di agama budha terdapat tiga prinsip dasar yaitu rasa tenang, percaya pada takdir dan penyerahan diri pada penghinaan yang tidak terelakkan pada pasangan kehidupan yang dekat dengan kematian serta ketabahan dan ketenangan dalam menghadapi bencana. Zen adalah sumber yang lain dari Bushido. Zen mengaplikasikan kontemplasi dan berusaha secara konstan untuk mencapai keunggulan sehingga untuk mencapai tingkat pemikiran yang berada di luar jangkauan ekspresi verbal.  Agama Shinto juga salah satu sumber dari Bushido. Pada ajaran agama Shinto, menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi sesuatu dengan menghindari perbuatan dosa/kesalahan. Dijelaskan pulan bahwa “…hati manusia…ketika benar, tenang dan jelas akan mencerminkan citra keilaihan/ketuhanan”. Konfusius adalah asal kata akhir dari Bushido. Konfusius mengatakan bahwa terdapat lima hubungan moral yaitu Majikan-Pelayan, Ayah-Anak, Suami-Istri, Adik-Kakak, dan Teman-Teman. Kombinasi dari semua aspek tersebut memberikan dasar pada arti kata Bushido.
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, Bushido masih sering dipraktekkan. Walaupun tidak secara utuh pelaksanaannya, saat ini pelaksanaan Bushido hampir mempunyai kesamaan dengan Bushido yang dipraktekkan sekitar 800 tahun yang lalu.
Aspek pertama dari Bushido adalah Kejujuran, dimana tugas individual untuk berani menggunakan penilaian secara benar pada penyebab kemuliaan. Biasanya mereka disebut dengan nama “Gishi” atau seseorang yang jujur dimana telah menguasai seni pelaksanaan kejujuran. Mereka yang telah menguasai moral kejujuran juga memiliki keberanian.
Aspek berikutnya pada Bushido adalah “Gagah berani”. Gagah berani tidak hanya diartikan secara fisik tetapi juga melakukan suatu keberanian secara benar, dilakukan pada saat yang tepat. Siapa saja dapat berada ditengah-tengah pertempuran dan mungkin dapat terbunuh, hal ini biasanya disebut dengan “kematian yang sia-sia.” Mengutip dari kalimat pangeran Mito yang menyatakan bahwa “Ini suatu keberanian yang benar pada hidup dan mati jika dilakukan dilakukan dengan cara yang benar.”
Aspek ketiga dari Bushido adalah Kebajikan. Samurai di ajarkan untuk memiliki “Bushi no Nasaki”. Bushi berarti “kesatria”, no berarti “dengan” Nasaki berarti “kelembutan” atau dapat diartikan secara utuh “kelembutan seorang ksatria”. Meskipun ajaran belas kasihan dianggap sebagai karakteristik yang feminim, para samurai masih menganut ajaran tersebut. Seorang pangeran dari Shirakawa menjelaskan bahwa Kebajikan yang baik adalah “ Meskipun mereka mungkin akan melukai perasaan anda, terdapat tiga hal yang hanya kamu lakukan untuk memaafkan, hembusan angin yang akan memantulkan belas kasih anda, amarah anda yang dapat anda kendalikan/sembunyikan, dan seseorang yang berusaha berselisih dengan anda.”
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kesopanan. Setiap orang dapat berpura-pura untuk tulus dan menjadi panutan orang lain tetapi hal ini bukan nilai dari sopan santun itu. Orang-orang jepang sangat baik karena satu alas an. Hal itu adalah perasaan pada orang lain. Sopan santun adalah sebuah kelemahan sifat jika dilakukan hanya pada ketakutan pada saat takut menyinggung perasaan secara baik.
Sikap berikutnya dari Bushido adalah Kebenaran. Berbohong pada samurai biasanya dianggap sebagai pengecut dan tidak terhormat. Kata seorang samurai biasanya cukup dari untuk menggambarkan suatu kesepakatan yang pernah dilakukan yang tidak pernah dilanggar. Mereka yang mempraktekkan Bushido pada saat ini berusaha untuk melakukan nilai kejujuran.
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kehormatan. Kehormatan adalah seperti sebuah bekas sayatan atau goresan di pohon pada saat itu, bukannya merendahkan dan membantu untuk memperbesar sayatan itu. Istilah ini merupakan pepatah kuno samurai. Kehormatan dapat didefinisikan sebagai kesadaran hidup yang bermartabat secara pribadi dan layak. Kehormatan selalu berjalan beriringan dengan bunuh diri. Seorang samurai selalu  menempatkan sedemikian tinggi falsafah kehormatan, dan hal itu biasanya sering menjadi alasan yang cukup untuk mengambil nyawa sendiri.  seorang samurai melaksanakan “Seppuku” dan “hara-kiri”. “Seppuku” berarti membunuh diri sendiri. Sedangkan “Hara-kiri” terdiri dari dua kata, dimana “Hara” dapat berarti perut dan “kiri” yang berarti membunuh. Nyawa dikatakan berada pada perut, sehingga praktek yang mengerikan dari penyiksaan diri sendiri menjadi legal.
Aspek berikutnya adalah Loyalitas/Kesetiaan. Konfusius menggarisbawahi bahwa loyalitas/kesetiaan adalah hal yang sangat penting. Anak-anak yang diajarkan untuk mengorbankan sesuatu pada pemimpin. Tetapi kesetiaan ini hampir dilupakan sebagai sesuatu ajaran feudal yang punah. Padahal kesetiaan pada pemimpin adalah sesuatu yang dapat ditransformasikan ke dalam sifat patriotism pada Negara dan dapat menginspirasi perasaan nasionalisme.
Aspek terakhir dari Bushido adalah Kontrol diri. Samurai tidak pernah memperlihatkan ekspresi apa saja mengenai perasaannya, dan tidak memasukkan perasaannya pada orang lain. Seorang samurai yang diajarkan sejak usia awal untuk belajar mengatur diri sendiri secara maksimal.