Mengenal lebih dekat dengan “Bushido”
Bushido (武士道 secara harfiah berarti “tatacara ksatria”) adalah
sebuah kode etik kepahlawanan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang.
Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan
masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam
bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Makna bushido itu sendiri
adalah sikap rela mati negara/kerajaan dan kaisar. Biasanya para samurai
dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu,jika ia gagal,ia akan
melakukan seppuku (harakiri).Bushido sudah dilakukan pada saat perang
dunia II, yaitu menjadi prajurit berani mati.
Bushido berasal dari dua dasar kata, dimana “Bushi” yang berarti
kesatria dan “Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi”
dapat di bagi lagi menjadi kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan,
dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah menghindari terjadinya
kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi” yang dapat
diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara
belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti
“setiap orang yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun
dengan penggunaan senjata. Sehingga secara keseluruhan arti kata
“Bushido” dapat berarti suatu jalan atau metode untuk menjaga perdamaian
yang dilakukan secara diplomasi maupun menggunakan senjata.
Sesungguhnya “Bushido” merupakan suatu kombinasi dari berbagai
aturan/ajaran dari berbagai lembaga kesatuan. Bushido sesungguhnya
secara mendasar merupakan suatu mekanisme dari prinsip-prinsip system
moral. Mereka yang mendapatkan pelajaran mengenai prinsip pedoman aturan
itu diharapkan dalam melaksanakannya. Bushido mengikuti sebuah kerangka
dasar yang terdiri dari “chi” (kebijaksanaan), “jin” (kebajikan) dan
“yu” (keberanian). Terdapat beberapa sumber untuk pedoman dari Bushido.
Sumber pertama adalah agama budha. Di agama budha terdapat tiga prinsip
dasar yaitu rasa tenang, percaya pada takdir dan penyerahan diri pada
penghinaan yang tidak terelakkan pada pasangan kehidupan yang dekat
dengan kematian serta ketabahan dan ketenangan dalam menghadapi bencana.
Zen adalah sumber yang lain dari
Bushido. Zen mengaplikasikan kontemplasi dan berusaha secara konstan
untuk mencapai keunggulan sehingga untuk mencapai tingkat pemikiran yang
berada di luar jangkauan ekspresi verbal. Agama Shinto juga salah satu
sumber dari Bushido. Pada ajaran agama Shinto, menyatakan bahwa
seseorang dapat menjadi sesuatu dengan menghindari perbuatan
dosa/kesalahan. Dijelaskan pulan bahwa “…hati manusia…ketika benar,
tenang dan jelas akan mencerminkan citra keilaihan/ketuhanan”. Konfusius
adalah asal kata akhir dari Bushido. Konfusius mengatakan bahwa
terdapat lima hubungan moral yaitu Majikan-Pelayan, Ayah-Anak,
Suami-Istri, Adik-Kakak, dan Teman-Teman. Kombinasi dari semua aspek
tersebut memberikan dasar pada arti kata Bushido.
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, Bushido masih sering
dipraktekkan. Walaupun tidak secara utuh pelaksanaannya, saat ini
pelaksanaan Bushido hampir mempunyai kesamaan dengan Bushido yang
dipraktekkan sekitar 800 tahun yang lalu.
Aspek pertama dari Bushido adalah Kejujuran, dimana tugas individual
untuk berani menggunakan penilaian secara benar pada penyebab kemuliaan.
Biasanya mereka disebut dengan nama “Gishi” atau seseorang yang jujur
dimana telah menguasai seni pelaksanaan kejujuran. Mereka yang telah menguasai moral kejujuran juga memiliki keberanian.
Aspek berikutnya pada Bushido adalah “Gagah berani”. Gagah berani
tidak hanya diartikan secara fisik tetapi juga melakukan suatu
keberanian secara benar, dilakukan pada saat yang tepat. Siapa saja
dapat berada ditengah-tengah pertempuran dan mungkin dapat terbunuh, hal
ini biasanya disebut dengan “kematian yang sia-sia.” Mengutip dari
kalimat pangeran Mito yang menyatakan bahwa “Ini suatu keberanian yang
benar pada hidup dan mati jika dilakukan dilakukan dengan cara yang
benar.”
Aspek ketiga dari Bushido adalah Kebajikan. Samurai di ajarkan untuk memiliki
“Bushi no Nasaki”. Bushi berarti “kesatria”, no berarti “dengan” Nasaki
berarti “kelembutan” atau dapat diartikan secara utuh “kelembutan
seorang ksatria”. Meskipun ajaran belas kasihan dianggap sebagai
karakteristik yang feminim, para samurai masih menganut ajaran tersebut.
Seorang pangeran dari Shirakawa menjelaskan bahwa Kebajikan yang baik
adalah “ Meskipun mereka mungkin akan melukai perasaan anda, terdapat
tiga hal yang hanya kamu lakukan untuk memaafkan, hembusan angin yang
akan memantulkan belas kasih anda, amarah anda yang dapat anda
kendalikan/sembunyikan, dan seseorang yang berusaha berselisih dengan
anda.”
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kesopanan. Setiap orang dapat
berpura-pura untuk tulus dan menjadi panutan orang lain tetapi hal ini
bukan nilai dari sopan santun itu. Orang-orang jepang sangat baik karena satu alas an. Hal itu adalah perasaan
pada orang lain. Sopan santun adalah sebuah kelemahan sifat jika
dilakukan hanya pada ketakutan pada saat takut menyinggung perasaan
secara baik.
Sikap berikutnya dari Bushido adalah Kebenaran. Berbohong pada
samurai biasanya dianggap sebagai pengecut dan tidak terhormat. Kata
seorang samurai biasanya cukup dari untuk menggambarkan suatu
kesepakatan yang pernah dilakukan yang tidak pernah dilanggar. Mereka
yang mempraktekkan Bushido pada saat ini berusaha untuk melakukan nilai
kejujuran.
Aspek berikutnya dari Bushido adalah kehormatan. Kehormatan adalah
seperti sebuah bekas sayatan atau goresan di pohon pada saat itu,
bukannya merendahkan dan membantu untuk memperbesar sayatan itu. Istilah ini merupakan pepatah kuno
samurai. Kehormatan dapat didefinisikan sebagai kesadaran hidup yang
bermartabat secara pribadi dan layak. Kehormatan selalu berjalan
beriringan dengan bunuh diri. Seorang samurai selalu menempatkan
sedemikian tinggi falsafah kehormatan, dan hal itu biasanya sering
menjadi alasan yang cukup untuk mengambil nyawa sendiri. seorang samurai melaksanakan “Seppuku” dan
“hara-kiri”. “Seppuku” berarti membunuh diri sendiri. Sedangkan
“Hara-kiri” terdiri dari dua kata, dimana “Hara” dapat berarti perut dan
“kiri” yang berarti membunuh. Nyawa dikatakan berada pada perut,
sehingga praktek yang mengerikan dari penyiksaan diri sendiri menjadi
legal.
Aspek berikutnya adalah Loyalitas/Kesetiaan. Konfusius
menggarisbawahi bahwa loyalitas/kesetiaan adalah hal yang sangat
penting. Anak-anak yang diajarkan untuk mengorbankan sesuatu pada
pemimpin. Tetapi kesetiaan ini hampir dilupakan sebagai sesuatu ajaran
feudal yang punah. Padahal kesetiaan pada pemimpin adalah sesuatu yang
dapat ditransformasikan ke dalam sifat patriotism pada Negara dan dapat
menginspirasi perasaan nasionalisme.
Aspek terakhir dari Bushido adalah Kontrol diri. Samurai tidak pernah
memperlihatkan ekspresi apa saja mengenai perasaannya, dan tidak
memasukkan perasaannya pada orang lain. Seorang samurai yang diajarkan
sejak usia awal untuk belajar mengatur diri sendiri secara maksimal.